“Ketika Malam Merayap Lebih Dalam”
Oleh: Wahyu Wiji Astuti
Pend. Bahasa dan Sastra
Pagi ini kulangkahkan kaki keluar rumah. Terserah, yang kutahu bagaimana aku harus mengisi sejengkal perut
Apa yang ku tahu tentang hidup, adalah hal yang tak terlihat oleh mata. Seperti geliat-geliat nasib yang merangkak menuju keabadian.
Untuk apa menangis, jika tak
Di sudut jalan itu kulihat seonggok manusia dengan telapak tangan menganga. Siapa yang ingin sepertinya? Tak ada! Bahkan tidak dirinya sendiri. Hidupnya adalah belas kasihan manusia dan sisa-sisa harapan yang kandas begitu saja. Tapi aku tak
Jangan katakan aku haram sebab aku mengais nasib dari pria yang menumpahkan maninya ke rahimku. Aku adalah pahlawan, karena pada pundakku memikul
Tidak! Itu rumah kami. Jika sampah, tentu saja yang menempati adalah sampah. Tapi kami bukan! Meskipun banyak sorot mata yang terkadang memandang jijik pada manusia seperti kami dan menyebut kami sampah masyarakat.
Siapa yang sampah? Bukankah mereka yang kerjanya hanya duduk santai di sofa empuk, menunggu gepokan uang dalam koper mahal menghampiri mereka lebih pantas disebut sampah?
Apa karena mereka selalu menyumpal mulutnya dengan makanan enak, membungkus raganya dengan baju mahal dan membubuhkan parfum di tubuhnya, lantas mereka boleh meludahi kami dari dalam mobil yang kacanya menyilaukan mata?
Bangsat!
***
Beberapa langkah lagi aku sampai di toko buku tempatku biasa bekerja. Tapi itu dulu. Sebab seminggu yang lalu aku dipecat karena ada pelanggan yang tahu kalau aku seorang wanita malam, lalu mengadukannya kepada bos ku. Memang! Aku merasa tidak adil awalnya, namun aku harus berbuat apa? Pemilik toko buku itu tak mau reputasi tokonya hancur dan pelanggan merasa tidak nyaman gara-gara ada seorang wanita lacur berada di toko itu.
Aku memandangi toko itu dari kejauhan, belum buka! Seperti biasa toko itu menungguku mengusap debu di penjuru ruangan dan rak-rak kokoh yang menjajari ruangan itu. Jika semua orang membenci dan menghindari debu, aku justru mencari dan berharap dia akan selalu ada. Ya! Aku bersyukur pada tiap debu yang hinggap di toko itu, sebab debu adalah sumber pencaharianku selain melacur.
Dulu setiap pagi, dengan sigap aku membersihkan debu-debu tanpa bosan, dan ketika toko dibuka dia akan terlihat bersih dan rapi. Dengan demikian orang-orang akan senang membeli atau membaca buku di dalamnya.
Aku juga menghargai buku seperti aku menghargai diriku sendiri. Semua buku yang ada di sana mengenalku dan menyayangi aku. Tentu saja! Setiap hari aku selalu menyapa mereka dengan menyusun letaknya agar tetap rapi, dan mengusapnya lembut jika dia mulai berdebu.
Sesekali aku juga sering membacanya diam-diam jika ada waktu luang dan ketika bos ku sedang tidak ada. Untungnya dulu ibu menyekolahkan aku walau hanya sampai kelas III SMP. Jadi aku mengerti setiap kata yang ada di dalam buku-buku yang kubaca.
Begitulah,,, Walau hanya seorang cleaning service, aku tak mau dianggap kolot dan dungu. Sebab itu aku membaca.
Dan ketika senja datang membawa siluet-siluet jingga, biasanya aku akan bergumam “Akh…, akhirnya tugasku selesai juga”. Aku sumringah, tugasku bergumul dengan debu telah selesai, tapi pergumulan tak akan sampai di situ, karena ketika matahari bersembunyi nanti, aku akan kembali bergumul dengan malam, beradu dengus nafas dan peluh dengan pria hidung belang.
Tapi tak apa. Aku suka!
Suka?
Gila!
Ya, aku suka karena aku akan mendapat lembaran-lembaran nominal setiap selesai berseteru dengan nafsu setan pria-pria jalang. Mereka yang jalang atau aku? Entahlah, aku tak peduli. Yang pasti mereka mata pencaharianku untuk memenuhi kehidupanku bersama kelima bintang kejoraku. Aku bahagia karena masih ada yang membutuhkan aku selain bintang kejoraku, atau mungkin lebih tepatnya membutuhkan tubuhku, terserah. Yang kutahu, aku bahagia, itu saja!
Ketika aku menghampiri malam, aku hanya bisa berharap ada Om muda baik hati yang memberiku uang lebih. Dengan begitu aku bisa membawa pulang uang yang lebih pula. Meskipun sebenarnya itu juga tidak cukup untuk memenuhi hidup enam orang manusia.
Cukup lama aku berdiri memandangi toko buku itu. “Mungkin buku-buku di sana merindukan aku”, pikirku.
Aku pun berlalu….
***
Sudah dua malam aku tidak melacur karena Bima sedang sakit, sebab itu hari ini tidak ada lagi uang tersisa untuk makan siang kami nanti. Sementara pesangon dari hasil pemecatanku minggu lalu sudah habis untuk membeli obat Bima. Aku bingung harus mencari uang darimana, tapi aku harus mendapatkannya sebelum matahari menunjukkan kegarangannya siang nanti. Ada lima orang bocah tak berdosa yang menunggu aku di rumah.
Semua pasti bertanya, siapa lima orang bocah yang kusebut bintang kejora itu? Adikku? Aku tidak punya adik lagi setelah satu-satunya adikku yang berusia lima tahun meninggal karena demam tinggi. Anakku? Mungkinkah seorang wanita berusia dua puluh tiga tahun telah memiliki lima orang anak dengan usia yang paling tua tiga belas tahun?
Tidak, mereka bukan siapa-siapaku, bahkan tidak ada hubungan darah sedikitpun denganku. Tapi aku telah menganggap mereka seperti adikku sendiri, aku sangat menyayangi mereka melebihi diriku sendiri. Mereka adalah Sari, Dedek, Anto, Raisya dan si kecil Bimo.
Bintang kejora yang paling besar bernama Sari, dia gadis yang manis, usianya tiga belas tahun. Aku bertemu dengannya setahun yang lalu. Malam itu aku baru saja pulang melacur, ketika aku melewati gang sempit dan sepi aku samar-samar mendengar tangis anak kecil. Dan kulihat seorang preman ingin menggagahi Sari yang sudah setengah telanjang sambil terisak-isak, sementara adiknya, Anto yang berusia 3 tahun menggigil ketakutan. Ketika itu Sari masih dua belas tahun. Aku berang melihat kejadian itu dan mencegah preman itu berbuat lebih jauh. Kebetulan aku mengenalnya, sehinga tidak sulit untukku memintanya menjauhi gadis malang itu.
Aku menggamit lengan Sari dan Anto, lalu mengajak mereka tinggal bersamaku karena dia mengaku sudah tiga hari minggat dari rumah karena kerap disiksa oleh Ayah tirinya setelah Ibu mereka meninggal dunia.
Dedek dan Raisya adalah anak seorang pengemis yang dulu sering bercengkerama denganku, namun kini dia berada di penjara karena membunuh suaminya sendiri. Jadi untuk sementara anak-anaknya yang masih kecil tinggal bersamaku. Dan Bimo yang kini sedang sakit adalah anak sahabatku yang juga seorang wanita malam. Namanya Nina, kehamilannya terjadi tanpa dikehendaki, dan pria yang menghamilinya adalah Om kaya yang tiap malam mengajaknya berkencan. Namun siapa yang mau mengakui anak hasil hubungan terlarang apalagi dengan seorang pelacur? Sebelum Nina meninggal dia menitipkan Bimo padaku. Maka jadilah aku hidup dengan kelima orang anak tak berdosa yang menggantungkan hidupnya padaku.
Aku tak pernah mengajarkan mereka untuk meminta-minta, karena aku tak ingin mereka dipandang hina. Untuk mendapatkan sesuap nasi, manusia harus bekerja. Namun aku pun tidak mengizinkan mereka bekerja karena mereka masih terlalu kecil. Aku juga tidak ingin Sari dan Raisya nantinya mengikuti jejak hidupku.
***
Setelah berjalan dari rumah ke rumah, akhirnya aku menemukan orang yang membutuhkan jasa mencuci baju hari ini. Lumayanlah, dari hasil cucian dua rumah aku mendapatkan sepuluh ribu rupiah. Botol bekas air mineral yang sepanjang jalan tadi aku kumpulkan mungkin bisa sedikit menambahi jumlahnya. Hari sudah beranjak siang, sudah waktunya aku pulang.
Benar saja, setibanya aku di rumah triplek berukuran 6 x 3 itu, aku disambut dengan senyuman manis dan binar mata bahagia dari kelima bintang kejora. Seketika lelahku hilang. Terlebih melihat Bimo yang sudah bisa tertawa. Ternyata panasnya sudah turun. Syukurlah…., aku memeluknya erat.
Malam mulai merayap lebih dalam, membawa mimpi bagi berpasang-pasang mata yang terpejam. Ketika manusia terlelap, aku bahkan tak menguap. Aku bangkit dari lantai yang dialasi tikar usang. Mencuci muka dan bersiap-siap untuk kembali bekerja. Bekerja? Ya! Melacur maksudnya, macam tak tau saja! Aku harus terus bekerja agar mampu menghidupi lima nyawa. Malam ini kan Bimo sudah tidak demam lagi, aku kini bisa meninggalkannya dengan lega.
Aku membubuhkan bedak dan gincu tebal. Tumpukan make up di wajahku membuatku tampak lebih cantik, apalagi dengan baju minim ini pasti akan menarik pria pemburu zina.
Aku mengecup kening Bimo sebelum meninggalkan rumah petak yang bau itu. Kakiku melangkah menuju sarang kupu-kupu malam. Baru saja aku berdiri di sana, sebuah Honda Jazz berhenti tepat di depanku. Setelah sedikit bernego aku masuk ke dalam mobil yang membawa kepasrahanku entah kemana.
Malam kian merayap lebih dalam, dan aku bersembunyi di balik kepuasan lelaki….
yu.....cerpen ini gw sukaaaaaaaa bgt.....balutan kata-katanya indah bgt, menyentuh, n kna bgt di hati....bravo!
BalasHapushttp://nalurerenewws.blogspot.com/2018/08/taipanqq-kencan-dan-jatuh-cinta-dengan.html
BalasHapusTaipanbiru
TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsasusun
• Domino99
• Poker
• BandarPoker
• Sakong
• Bandar66
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : E314EED5
Daftar taipanqq
Taipanqq
taipanqq.com
Agen BandarQ
Kartu Online
Taipan1945
Judi Online
AgenSakong