Catatan Terakhir
Oleh : Suryani S
Malam kamis, 12 juni 2008
Andai saja saat itu tak ada hujan yang membasahi seluruh tubuhku. Andai saja saat itu kau tak menolongku dari hempasan angin malam yang telah menghanyutkanku dari aroma malam yang dingin. Andai saja saat itu kau tak menghampiriku dan memberikanku seberkas senyum hangat di relung hatiku yang dingin. Andai saja aku tidak menerima semua pertolonganmu saat itu, mungkin aku tidak akan mengenalmu. Ah, andai saja semua itu tidak terjadi, mungkin saat ini aku masih berada di pangkuan rembulan yang tak bosan menatapku untuk menjadi pendampingnya. Hanya berandai-andai yang dapat kulukiskan saat itu. Hujan telah membasahi hatiku dari kegelapan yang terus bercengkrama dengan mutiara kecil yang terus berguyur di jalanan sunyi.
Inilah awal pertemuan yang membuatku selalu mencintaimu. Seandainya saat itu hujan tak menemani dan membasahiku, takkan ada kau di hatiku. Kau telah menjadi kebahagiaan yang terus menerus menghiasai hari-hariku. Bergelut aku dengan angan dan impian yang selalu terucap dari pembicaraanmu saat itu. Semua janji telah kusimpan agar menjadi mimpi yang tercipta suatu saat nanti. Dan kau sendiri akan kujadikan mutiara kecil yang akan kusimpan menjadi penghias di dinding hatiku. Betapa indahnya kau di mataku saat itu. semuanya tentangmu. Tak ada tentangku. Hanya kamu.
Sabtu, 14 juni 2008
Pagi ini kau meneleponku. Bahagia teramat dalam yang kurasakan. Hanya dering dari hendphone yang berbunyi, itu saja telah membuatku bahagia. Senyum kecil selalu terlontar dari bibir mungilku saat kau melontarkan kata-kata manja yang terus memuja dan memujiku. Tak sempat kau memberikanku sedikit waktu untuk membalas semua pujianmu. Entah apa yang kupikirkan. Rasa bahagia yang mewarnai hati dan pikiranku. Seakan kicauan burung telah musnah. Bahkan biola serasa tak berdawai, setelah mendengar segala ucapanmu yang terus bergema di telingaku. Ah, betapa konyolnya pikiranku saat itu.
Pujianmu telah menghanyutkanku ke dalam lautan bergelumur ombak yang terus berlomba mengejar mencari arah untuk tetap bergelombang di bukit pujian yang akan membawaku siap untuk tenggelam dari kedalaman pujian. Aku terus mendengarkan semuanya. Semua tentangku. Entah apa yang indah dariku. Aku mencoba mencari arti ucapanmu, tak jua kutemukan kebenarannya. Kebenaran tentang semuanya. Kuhiraukan batu-batu yang mengganjal di pikiranku. Karena semua itu hanya akan membuatku bodoh. Kubiarkan semuanya berjalan dengan alunan simponi terindah di hatiku.
Selasa, 17 juni 2008
Ini pertemuan kedua kita, pertemuan yang telah kita rencanakan seminggu yang lalu. Pertemuan ini sedikit membuatku grogi. Apa karena aku takut? Apa karena rasa rindu yang akhirnya menjadikanku tidak mempunyai keberanian untuk menatap wajahmu?. Pertanyaan ini terus mendesak di dadaku. Apa yang akan kulakukan nanti?. Ah, aku bingung..!.
Kutemukan kau duduk di rerumputan hijau. Duduk sembari memainkan hendphone yang berada di tanganmu. Aku hanya menebak-nebak dalam hati. Sesekali hp di tanganku bergetar. Tertulis namamu di layar hp. Kau memanggilku. Tapi, aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya menatapmu dari kejauhan. Wajahmu penuh harap dengan penantian. Aku tahu, kau pasti menanti kedatanganku. Aku mendekatimu dengan wajah lugu tapi malu. Sedikit ragu dan penuh harap agar kau tetap menjadi lelaki yang selalu kukenal disaat pertama bertemu.
Senyummu melebar, uluran tangan langsung mengarah padaku. Sedikit terkejut. Tapi, itu hanya sesaat. Duduk adalah langkah awal yang kulakukan. Lalu diam dan menatap wajahmu agak ragu. Perbincangan dan tawa canda membuatku terhanyut dalam suka, bahagia dan ceria. Semua hilang baik duka, lara yang kubawa dari perjalanan yang melelahkan siang ini. Aku tidak menyia-nyiakan kebersamaan denganmu saat itu.
Senja mengapung. Menjatuhkan wajahnya dan menggantikan ke dalam kegelapan. Indah, Saat aku dan kau menatap bulan, berdua menyaksikan bulan juga bintang menari dan berdansa di hadapan kita. Kita hanya tertawa dan menatap kearah langit malam. Tanganmu masih tetap erat menggengam jemariku. Sesekali wajahmu melirik kearahku. Rasanya malam ini hanya untuk kita berdua saja.
Jumat, 20 juni 2008
Kau mengajakku pergi. Aku mengikuti semua ajakanmu. Tanpa kuketahui apa maksud dan tujuanmu. Ku ikuti langkah jalanmu. Tenang, damai. Penuh dengan keheningan di sepanjang jalan. Terus berjalan mencari arah yang belum juga kuketahui langkah untuk berhenti.
Kau berhenti di tempat yang masih tersimpan di memori otakku. Tempat pertama kali saat hujan membasahi tubuhku hingga akhirnya kita bertemu. Yah,,,tempat itu masih sangat ku ingat sampai kapanpun dan akan menjadi kenangan terindah dalam hidupku.
Kau menatapku, Menggenggam tanganku. Erat tapi tak kuat, matamu begitu tajam, menusuk ke dada. Kembali ku balas semua arah tatapanmu yang hanya tertuju untukku. Panas, Meski angin menerpa tubuhmu. Tapi, matahari terlalu kuat menyengat kepori-pori. Tak gerah. Aku diam meski panas terus menyinariku dari atas ketinggian yang begitu jauh. Kau mulai mengucapkan semuanya. Tentang hatimu, rasamu, dan semua yang kau rasakan terhadapku. Terasa dingin jemariku. Hati dan pikiranku terasa bergoncang sekuat goncangan bumi. Tapi, tak goyang. Kuat dan utuh. Hanya perasaan yang mulai rapuh saat mendengar semuanya. Semua tentangku.
Terasa tak ada yang istimewa di diriku. Kenapa harus aku? Dengan mudahnya kau menjawab satu pertanyaanku. ”Karena kau, hidupku menjadi hidup” . jelas sudah semuanya. Hanya ini yang ingin kudengar darimu. Dan itu telah membuatku yakin akan dirimu. Yah,hanya itu.
Kamis, 10 juli 2008
Secara fisik kau adalah lelaki sederhana. Begitu sederhananya, sampai-sampai kau tak dapat disebut lelaki sederhana lagi. Penampilan sederhana, cara bicaramu yang sederhana, dan sikap yang sederhana. Kesederhanaanmu membuatku semakin kagum padamu. Tak akan pernah kusesali mengenal dirimu.
Perjalanan hidup yang telah kulalui denganmu, tanpa terasa terjalin selama dua bulan. Bunga mawar yang dulu mekar diranting batang yang berduri kini telah menjadi layu. Gugur tak bersinar seperti dahulu. Namun, kebersamaan kita masih tetap satu. Berjalan digaris kehidupan yang terus berputar hanya untuk menelusuri lika-liku jalan cerita kita yang akan menjadi kenangan di memori hati..
Kamis pagi, kau mengajariku tentang kerendahan hati dan kemuliaan jiwa. Kau membawaku untuk bisa menjadi manusia yang peduli dengan sesama. Tak pernah terpikirkanku sebelumnya, kau telah membawaku ke dalam kehidupan yang selama ini tak pernah kujalani sama sekali. Ah, betapa tersentuhnya hatiku saat tahu bahwa kau adalah lelaki yang sederhana dan teramat istimewa untukku. Kau mengajarkanku untuk membantu anak-anak panti dan menolong mereka agar tetap tegar tanpa mendapatkan kasih sayang orang tua. Itulah yang selalu kau lakukan untuk mereka. Terlalu cepat bagiku untuk menafsirkan hal yang salah tentangmu.
Senyum yang selalu kau lontarkan kepada mereka telah menghanyutkan alam bawah sadarku. Kini aku telah menjadi bagian dari kehidupanmu yang tak pernah kubayangkan bisa menjadi sosok ibu dari puluhan anak yang mungkin saja tidak terlalu jauh usianya denganku.
Hanya dua bulan perjalanan kisah kasih yang baru kita mulai. Tapi, aku sudah mengenal sosok dirimu yang sebenarnya. Sosok lelaki yang berhati mulia. Tak ada lagi keraguan tentangmu. Semuanya sudah dapat kupahami. Yah, tentangmu. Bukan tentang mereka. Tidak akan kubiarkan mataku lepas dari keceriaan yang sedang terjadi di hadapanku. Berlari kecil di lapangan yang tak begitu lebar, membuat duka mereka hilang. Semua itu karena kamu. Kau yang mencairkan semua duka yang pernah beku.
Minggu 16 agustus 2008
Perjalanan waktu itu sebenarnya diawali oleh kegundahanku menjelang tidur. Tidurku terganggu memikirkan betapa banyaknya tugas yang menumpuk. Lain lagi kegiatan keorganisasian yang harus kulakukan. Kegiatan yang rutin kulaksanakan satu harian. Hingga Tak ada waktu untuk menemuimu. Karena itu, kuawali perjalananku.
Gemerlap malam begitu ramai. Teriakan bocah-bocah bahkan orang dewasa juga terdengar jelas di telingaku. Suara terompet terus berkumandang di berbagai arah. Lain lagi suara lalu lalang kendaraan yang terus becengkrama dengan kegelapan malam membuatku sedikit penat. Ah, kenapa aku sama sekali tidak merasakan kebahagiaan malam ini? Bisikku dalam hati. Aku terus berjalan menelusuri keramaian. Kau adalah tujuanku yang pertama. Ninja besi yang kunaiki kini mulai mendarat di halaman yang indah. Kau ternyata sedang berdiri dan bermain dengan bocah-bocah yang lucu. Dan kau masih belum menoleh kearahku, mungkin saat itu kau tidak tahu tentang kedatanganku. Aku turun dari kereta yang kunaiki untuk menghampirimu . yah, lagi-lagi kau terkejut dengan keberadaanku secara tiba-tiba, tanpa memberi tahumu terlebih dahulu. Tapi, senyummu tetap berkibar untukku.
Ini pertama kali kita merayakan malam tujuh belasan bersama. Rasa penat yang menggerogoti tubuhku kini telah hilang. Itu semua karena mu. Karena kau yang bisa menghilangkan semua kegundahanku. Berkeliling di keramaian kota, mencari angin malam untuk menikmati teriakan terompet dan kembang api yang terus terbang kelangit hitam. Indah. Karena kau ada di sampingku dan menemaniku menikmati keramaian malam. Hingga tak kusadari malam kali ini telah merambat subuh. Hawa semangkin sejuk. Suara alarm ayam di pagi ini sudah terlantun dan tentunya menghantarkanku kembali untuk melanjutkan tidurku yang tertunda karena menghabiskan waktu denganmu.
Senin, 29 september 2008
”kita putus...!”.
Serrrr... dadaku berdetak tak berarah. Itu kalimat yang kau ucapkan saat meneleponku. Sejenak aku terdiam memikirkan perkataanmu yang tak kuketahui penyebabnya. Dengan nada getir aku mencoba menanyakan alasanmu. Tapi, kau tidak memberikan jawaban apa pun. Aku masih dalam kebingungan. Tak tahu harus berbuat apa. Saat itu kau berada di padang. Ingin aku menanyakan secara langsung, tapi itu tidak mungkin karena kita sedang berada di kota yang berbeda.
Sebenarnya apa yang terjadi denganmu di sana?. Tak ada jawaban yang pasti yang kudapatkan. Yang kudengar, hanya kata putus. Itu saja. Kau tak menghiraukan suaraku lagi setelah kalimat itu terucap dari mulutmu. Duh, bila ingat hal itu, ada rasa pedih di hatiku. Andai saat itu kau tidak mengatakan kalimat yang tidak kuinginkan dari pertama kali bertemu, pasti hatiku baik-baik saja.
Aku tak memungkiri terkadang kekalutanku suka muncul. Aku sering marah-marah tak karuan, aku sering menangis dimalam hari, dan ada kebencian yang tiba-tiba muncul padamu jika ingat saat kau mengatakan kalimat yang membuatku risih dan jijik.
Ketegangan kita mulai mencair saat kau kembali ke kota kelahiranmu. Aku tak henti-hentinya meminta penjelasan padamu. Dan akhirnya kau bosan dan menjelaskan penyebabnya kepadaku.
Sedikit ada rasa kekecewaan padamu. Disaat kau membutuhkan seseorang untuk memberikanmu semangat, tapi kau malah mengusirku dari kehidupanmu. Sakit teramat sakit. Tapi aku mencoba untuk kuat dan berusaha untuk menyakinkanmu, bahwa aku akan tetap ada untukmu meski penyakit yang kau derita terus menguasai seluruh tubuhmu. Kau adalah mutiara yang menghiasi hatiku. Maka tak akan kubiarkan kau layu dan terhapus dari hatiku. Kau harus tetap menjadi hiasan terindah untukku.
Selasa, 13 oktober 2008
Cahaya mentari terasa hangat menyelimuti pertamanan kembang yang asri pada awal pagi. beberapa perawat wanita berbaur diantara pasien-pasien rumah sakit. Di situlah kau dirawat sudah tiga hari. Tapi, sampai sekarang kau belum juga membuka kedua matamu untuk melihatku. Bahkan untuk melihat orang-orang yang kau cintai sekalipun. Kau masih saja terlelap seperti bayi mungil. Tidur bersama mimpi-mimpi indah dan menghantarkanmu kedalam kedamaian.
Kala itu kau masih terlihat waras. Mengingat betul siapa perempuan paruh baya yang sedang berdiri disamping yang selalu setia menemanimu Siang maupun malam. Hanya kau yang selalu ditatapnya. Tangis seorang ibu yang tak henti-henti mendoakanmu agar tetap tegar dan kuat. Tapi, sekarang kau hanya diam tanpa kata. Bukan bisu. Entah apa yang sedang kau rasakan. Kau masih diam dalam keperihan yang amat dalam. Ah,aku tak sanggup bila mengingat itu lagi. Aku tak kuat. Aku takut dalam keterpurukan dan ketakutan. Takut akan kehilanganmu. Aku belum sanggup bila hal itu terjadi. Hanya kau yang membuat hidupku menjadi hidup. Seperti kalimat yang pernah kau ucapkan pertama kali padaku.
Andai saja kau tak menderita penyakit leukimia, mungkin saat ini kita berada dalam ketenangan yang saling berbagi baik suka maupun duka. Tapi, kini semua itu tak ada lagi. Itu semua hanya tinggal kenangan dan harapan agar kau mendapat mukjizat dari tuhan.
Jumat, 24 oktober 2008
Hitam. Semuanya berwarna hitam. Sunyi, tak ada suara yang menggelegak di ruangan ini. Hanya ada suara tangis terisak-isak dan meraung-raung. Wajahmu pucat pasi, putih bagaikan kapas. Bibirmu terus terkatup tak ada sepatah kata pun yang terucap. Dingin. Semuanya dingin. Bukan hawa sejuk yang menampar tubuhmu. Tapi, jiwamu yang membutuhkan kesejukan untuk tetap tidur lelap dibalik kain putih yang menutupi seluruh tubuhmu.
Semua telah hilang. Jiwa, raga, bahkan hatimu juga telah hilang. Kini hanya aku yang akan menyimpan hatimu untuk tetap bersinar dihatiku. Di mataku yang terbayang sekarang hanya ada satu. Itulah kau. Selama jantungku berdegup. Degupan sepanas api. Yang setia membisikkan bayang wajahmu disetiap detakan jantungku.
Kini kau telah terbang dengan kain putih. Kebesaran orang-orang yang berada di alam berbeda. Meninggi dan kian meninggi, dengan tangis berpeluh gerai senyum yang tak lagi terkembang dariku.
Teruslah...!!
BalasHapusdan teruslah....!!
karena namamu .....!!!
teruslah...!!
[ set bingung ON )
;-) anhar ( terkadang respon ga harus serius deh..! )